COVID-19 membawa beberapa lapisan tantangan dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Per 31 Juli 2020, pandemi COVID-19 telah mengkontraksi perekonomian Indonesia, yang mengakibatkan hilangnya setidaknya 3,5 juta pekerjaan (Kementerian Tenaga Kerja, 2020).
Termasuk juga perempuan, remaja, kelompok rentan termasuk Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang sebelumnya sudah memiliki tantangan tersendiri dalam memasuki dunia kerja.
Di Indonesia, sekitar 60 persen pekerja perempuan dipekerjakan di sektor-sektor yang paling terpukul oleh pandemi, yang mengalami kontraksi serius pada kuartal kedua tahun 2020 (layanan akomodasi dan makanan, manufaktur, layanan perusahaan dan layanan lainnya) (WFP, 2020).
Status pengangguran, memaksa para pekerja untuk kehilangan kesempatan besar dalam memperoleh kebutuhan mereka. Sebuah survei cepat yang dilakukan oleh UNAIDS dan jaringan ODHA (JIP) pada Maret 2020 menunjukkan, bahwa 60 persen ODHA mengalami penurunan pendapatan dan tak sedikit dari mereka yang mengalami perubahan dalam perawatan HIV mereka.
Melihat kondisi tersebut, Pemerintah Indonesia telah memberikan beberapa tanggapan yang berfokus pada pendorongan perekonomian. Namun, menerapkan langkah-langkah untuk meningkatkan permintaan akan memakan waktu bertahun-tahun sebelum berdampak positif pada perempuan dan kelompok rentan. Meski begitu, tantangan yang sudah ada sebelumnya seperti bias gender yang mengakar dapat menghambat aspirasi perempuan. Oleh karena itu, penting untuk mengambil tindakan tegas dan katalitik untuk memberi manfaat dan memberdayakan kelompok sasaran ini secara langsung, dan untuk mengatasi ketidaksetaraan dan diskriminasi yang ada di pasar tenaga kerja dan masyarakat secara keseluruhan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa di Indonesia dan khususnya empat lembaga yang terlibat dalam prakarsa ini diantaranya ILO, UNDP, UNHCR dan UNAIDS yang bertujuan untuk memastikan bahwa dalam masa krisis sosial-ekonomi ini, tidak seorang pun - terutama perempuan dan kelompok rentan lainnya - yang tertinggal. Ini menawarkan dukungan kepada penerima manfaat sasaran melalui tiga saluran utama: mendukung pelatihan kewirausahaan dan pengembangan bisnis; memfasilitasi akses ke pengembangan keterampilan dan pekerjaan; dan memastikan pasar tenaga kerja yang setara gender yang bebas dari diskriminasi.
Menindaklanjuti keprihatinan tersebut, UNDP Indonesia melalui Innovative Financing Lab yang berfokus pada tujuannya, yakni untuk lebih mencapai SDG 8: Pekerjaan yang Layak dan Pertumbuhan Ekonomi. Innovative Financing Lab akan berfokus pada dua kegiatan, diantaranya:
Pelatihan Dasar Kewirausahaan,
?Pelatihan Pengembangan Usaha Intensif.?
Pelatihan-pelatihan ini dilakukan oleh UNDP Indonesia yang bekerjasama dengan UNAIDS (inkubator terpilih, dan (kolaborasi tingkat menteri).
Pada 9 -15 Februari 2022 lalu, UNDP bekerjasama dengan Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) dan INCREASE - Inclusive Creative Social Enterprise, menggelar kegiatan Pelatihan untuk Pelatih (ToT) Basic Entrepreneurship Training. Pelatihan ini dilakukan secara daring, dan diikuti oleh 18 peserta dari SIAP, ASPPUK, Yayasan Bandungwangi, Bengkel Appek, PUPUK dan Increase. Meskipun dilakukan secara daring, metoda yang digunakan adalah pelatihan partisipatif dengan melibatkan keaktifan para peserta. Materi yang dipelajari dalam pelatihan tersebut adalah GESI (Gender and Social Inclusion), pola pikir dan karakteristik wirausaha, Pemetaaan dan Analisis Ide Usaha, Riset Pasar dan Rencana Pemasaran, Pemasaran Digital, Rencana Keuangan Usaha, Pengelolaan SDM, Legalitas dan Rencana Keberlanjutan Usaha.
Tahapan selanjutnya adalah para Mitra Penyedia Jasa (Service Providers) yang telah dilatih akan mengadakan pelatihan step-down kepada para penerima manfaat di beberapa daerah di Indonesia, seperti Jawa, Bali, Kalimantan, NTT, Sulawesi, Maluku, Papua, dan daerah lainnya.
Modul yang digunakan dalam pelatihan ini merupakan modul yang dikembangkan oleh INCREASE dan PUPUK. Modul dibuat menjadi empat modul yang bisa disesuaikan dengan target penerima manfaat, seperti target peserta umum, perempuan, kaum muda, disabilitas dan populasi kunci. Dalam pelatihan ini juga diperkenalkan platform ruanginklusif.id yang bisa digunakan untuk pembelajaran asynchronous sebagai bagian pembelajaran mandiri para penerima manfaat untuk optimalisasi dampak dari pelatihan.
(Sebagian disadur dari kerangka acuan kerja – UNDP)
Penulis: Jimmy Febriyadi
Jimmy Febriyadi adalah salah satu pendiri INCREASE | Inclusive Creative Social Enterprise dan DEC | Disability Empowerment Centre – Mitra Sejahtera. Selama lebih dari 13 tahun terlibat dalam program pemberdayaan kelompok marginal dan rentan, terutama penyandang disabilitas, perempuan, pemuda, masyarakat adat dan pesisir.